Tampilkan postingan dengan label Budaya. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Budaya. Tampilkan semua postingan

Memetri: Pameran Unik Gabungkan Seni, Budaya, dan Kearifan Lokal untuk Menjawab Ancaman Krisis Iklim

Selasa, Oktober 08, 2024

Pameran "Memetri" siap mengguncang Yogyakarta dengan perpaduan seni, budaya, dan kearifan lokal. Melalui kolaborasi komunitas dan seniman, acara ini mengajak pengunjung untuk melihat bagaimana solusi masa depan bisa terinspirasi dari tradisi nenek moyang.

YOGYAKARTA, KepoinAja79.Com – Pameran bertajuk "Memetri" di Gelanggang Inovasi dan Kreativitas Universitas Gadjah Mada (UGM) segera digelar dari tanggal 8 - 19 Oktober 2024.

Pemeran ini menghadirkan perpaduan antara seni, budaya, dan kearifan lokal dalam menyikapi krisis iklim. Diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Habitat Dunia dan Hari Kota Dunia, acara ini mengangkat tema besar "Jaga Iklim, Jaga Masa Depan".

Pameran ini menjadi wadah kolaborasi antara seniman-seniman ARTJOG, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), pegiat lingkunga, dan 13 komunitas, untuk membagikan pengalaman dan gagasan tentang pemeliharaan lingkungan berbasis budaya lokal.

Kurator pameran, Yoshi Fajar Kresno Murti mengatakan, "Memetri" berasal dari bahasa Jawa Kuno yang berarti memelihara, memuliakan, dan menghormati. 

Pameran Memetri terinspirasi oleh tantangan iklim yang semakin mendesak akibat pola hidup modern yang mengesampingkan harmoni dengan alam.

“Semua sektor kehidupan terpengaruh oleh perubahan iklim, dari siklus pertanian hingga perdagangan,” ujar Yoshi.

Menurutnya, untuk memitigasi dampak krisis iklim, kita perlu mengembalikan pola pikir "memetri," yaitu menjaga alam dengan kearifan yang diwariskan nenek moyang.

Konsep "telatah, mongso, bantala" (wilayah, siklus waktu, dan tanah) yang diusung dalam pameran menggambarkan keterkaitan antara manusia, alam, dan siklus kehidupan.

Pameran ini menjadi refleksi tentang bagaimana pengetahuan masa lalu dapat dijadikan panduan dalam menghadapi perubahan iklim yang semakin ekstrem.

Dua diantara 13 Komunitas yang akan berpartisipasi di Pameran Memetri adalah Komunitas Wana Nagara dan Komunitas Kalibiru. Kedua komunitas memusatkan aktifitasnya di Yogyakarta.

Komunitas Wana Nagara: Hutan Kota sebagai Solusi Perkotaan

Kurniawan Adi Saputro, biasa disapa Inong, pendiri Komunitas Wana Nagara, menyoroti peran penting ruang terbuka hijau dalam mitigasi krisis iklim, khususnya di wilayah perkotaan seperti Yogyakarta.

Menurut Inong, kondisi kota yang didominasi oleh bangunan beton memperparah efek pemanasan global, terutama dalam hal suhu permukaan yang tinggi.

“Kami membayangkan kota yang benar-benar hijau, di mana ruang terbuka hijau tidak sekadar tempat bermain yang bersemen, melainkan ruang yang alami dengan vegetasi yang tumbuh bebas," tuturnya.

Inong dan komunitasnya telah memulai inisiatif penanaman hutan kota di daerah Pugeran, Yogyakarta, untuk mengurangi tingginya suhu permukaan dan menjaga ekosistem.

Mereka berupaya mewujudkan kota yang lebih ramah lingkungan dengan memperkenalkan konsep ‘hutan kota” yang nantinya bisa berkembang menjadi “kota hutan”.

Melalui pameran Memetri, Komunitas Wana Nagara juga akan mengadakan tur keliling kampus UGM untuk mengenalkan pengunjung pada jenis-jenis pohon lokal yang berperan penting dalam pengendalian suhu dan penyimpanan air.

Kalibiru: Ekowisata dan Konservasi untuk Masa Depan

Sementara itu, Nangsir Ahmadi, perintis wisata alam di Kalibiru, Kulon Progo, membawa pesan kuat tentang bagaimana ekowisata dapat menjadi solusi praktis dalam menjaga kelestarian hutan sekaligus meningkatkan ekonomi masyarakat.

“Jika masyarakat tidak mendapatkan manfaat dari hutan, hutan tersebut akan rusak," ujarnya.

Nangsir merintis wisata alam Kalibiru bersama empat orang rekannya, yaitu Parjan, Sukidal, Sudadi, dan Kamijan (almarhum).


Ia menjelaskan bagaimana Kalibiru, yang dulunya merupakan kawasan yang hutannya terancam rusak, kini berubah menjadi destinasi ekowisata yang rindang dan mampu menekan tingkat erosi serta memperbaiki kualitas udara.

Salah satu inovasi yang diusung oleh komunitas Kalibiru adalah teknik "infus bambu" untuk menjaga tanaman tetap hidup di musim kemarau.

Teknik ini menggunakan bambu sebagai media penetesan air secara alami, tanpa plastik, sebuah pendekatan ramah lingkungan yang terinspirasi oleh kearifan lokal.

Di pameran Memetri, Komunitas Kalibiru akan memamerkan inovasi ekowisata dan teknik konservasi, termasuk metode infus bambu yang mereka terapkan sejak tahun 2005.

Meskipun sederhana, inovasi ini menjadi contoh nyata bagaimana masyarakat bisa beradaptasi dengan perubahan iklim sekaligus menjaga kelestarian hutan.

13 Komunitas, 1 Tujuan: Jaga Iklim untuk Masa Depan

Selain Wana Nagara dan Kalibiru, pameran ini juga melibatkan 11 komunitas lain dari berbagai daerah di Indonesia, yang masing-masing membawa solusi lokal untuk menghadapi tantangan perubahan iklim.

Komunitas-komunitas ini tidak hanya memperlihatkan karya seni, tetapi juga gagasan dan praktik yang sudah mereka terapkan di lapangan. 

Yoshi menekankan bahwa pameran ini bukan sekadar ruang artistik, tetapi juga medium edukatif bagi masyarakat.

“Ini adalah kesempatan bagi kita untuk belajar dari praktik nyata yang dilakukan oleh komunitas-komunitas di seluruh Indonesia,” katanya.

Melalui presentasi yang estetis dan interaktif, pameran ini menawarkan cara baru dalam berpikir dan bertindak terhadap pelestarian alam.

Penanaman pohon, pengelolaan air, hingga cara menjaga keanekaragaman hayati akan dipaparkan melalui karya-karya visual yang mengajak pengunjung untuk terlibat dan bertanya langsung kepada komunitas-komunitas tersebut.

Belajar dari Masa Lalu untuk Masa Depan yang Berkelanjutan

Yoshi menekankan pentingnya belajar dari pusaka dan tradisi lokal dalam menghadapi tantangan modern seperti krisis iklim.

“Untuk menjaga kelestarian lingkungan, kita harus mengandalkan pengetahuan dari masa lalu dan menerapkannya dalam konteks kekinian,” ujarnya.

Pengetahuan ini, lanjut Yoshi, mencakup teknik-teknik konservasi air, penanaman pohon, serta cara masyarakat lokal berinteraksi dengan alam tanpa merusaknya .

Dengan menghadirkan pameran yang bersifat dialogis dan interaktif, Memetri berupaya menggugah kesadaran publik tentang pentingnya menjaga lingkungan.

Komunitas-komunitas yang terlibat membawa pesan bahwa solusi terhadap perubahan iklim dapat ditemukan melalui kolaborasi antara tradisi dan inovasi.

Dalam konteks krisis iklim yang semakin mengkhawatirkan, pameran Memetri diharapkan dapat menginspirasi masyarakat untuk tidak hanya berfikir, tetapi juga bertindak.

Krisis ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau institusi tertentu, tetapi merupakan tanggung jawab kolektif.

Seperti yang dicontohkan Komunitas Wana Nagara dan Kalibiru, dengan kearifan lokalnya, menunjukkan bahwa solusi iklim sering kali dapat ditemukan di sekitar kita dalam praktik-praktik yang sederhana namun berdampak besar bagi masa depan. 

Dengan demikian, pameran Memetri menjadi momentum penting bagi masyarakat untuk memahami bahwa upaya menjaga lingkungan bukanlah tugas yang tidak terjangkau.

Sebaliknya, melalui praktik-praktik kecil dan kesadaran kolektif, kita dapat berkontribusi dalam menjaga bumi ini tetap layak dihuni bagi generasi mendatang.

Yoshi, Inong, dan Nangsir sependapat bahwa Pameran Memetri bukan sekadar pameran seni. Ini adalah ruang dialog antara masa lalu, masa kini, dan masa depan.

Sebuah ajakan bagi kita semua untuk memikirkan ulang hubungan kita dengan alam dan bagaimana kita dapat memelihara apa yang telah diwariskan oleh nenek moyang kita. 

Krisis iklim mungkin tampak menakutkan, tetapi solusi-solusi sederhana dan kearifan lokal yang diusung oleh komunitas-komunitas ini memberikan harapan nyata untuk masa depan yang lebih baik.

Informasi seputar Pameran Memetri bisa disimak di akun instagram @habitat.ina.  (*/red)

Tari Kolosal Seribu Penari di Festival Sagara Nagara Budaya Spektakuler

Senin, Agustus 12, 2024

SERANG, KepoinAja79.Com – Gelaran Festival Sagara Nagara di Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang pada Sabtu, 10 Agustus 2024, berlangsung meriah. Terlebih Tari Kolosal yang diikuti lebih dari 1.000 penari merupakan seni budaya yang spektakuler.

Kepala Dinas Kepemudaan Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Kabupaten Serang, Anas Dwi Satya Prasadya mengaku bersyukur Festival Sagara Nagara di Kecamatan Padarincang berjalan dengan meriah. Kemeriahan maupun kesuksesan acara tersebut tentunya atas dukungan dan kerja sama berbagai elemen masyarakat.

“Alhamdulillah Festival Sagara Nagara berjalan dengan meriah karena dukungan berbagai elemen, terutama tokoh seni, budaya, gapoktan, kepala desa, para guru-guru, lembaga-lembaga kemasyarakatan, serta masyarakat dan juga kekompakan dari Forum Pimpinan Kecamatan yang dikomandoi Pak Camat Padarincang,” ujar Anas melalui keterangan tertulisnya yang disiarkan Diakominfosatik, Minggu, 11 Agustus 2024.

Menurut Ana, Festival Sagara Nagara merupakan bentuk kegiatan dari tari kolosal yang melibatkan lebih dari 1.000 penari, yang merupakan bentuk kesenian dan budaya yang spektakuler.

“Tari kolosal merupakan seni dan budaya yang spektakuler. Kemudian diramaikan juga dengan pameran produk pertanian, serta pawai karnaval mobil-mobil hias, serta acaranya yang sangat menarik lainnya,” ujar Anas.

Mantan Kepala Diakominfosatik Kabupaten Serang ini berharap ke depan kegiatan Festival Sagara Nagara terus dilakukan setiap tahunnya.

Anas memastikan, pihaknya akan memfasilitasi ke Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Republik Indonesia (RI) agar turut dipromosikan lebih masif lagi.

“Mudah-mudahan ke depan, kalau acara ini dapat berkesinambungan setiap tahunnya  kita usulkan ke Kemenparekraf menjadi agenda festival yang dipromosikan oleh Kementerian,” pungkasnya.

Untuk diketahui, Festival Sagara Nagara digelar selama tukuh hari sejak 10 sampai 17 Agustus 2024, di Kampung/Desa Curug Goong, Kecamatan Padarincang yang dibuka oleh Pelaksana Harian (Plh) Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Serang, Rudi Suhartanto. Turut hadir para Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD), para Camat dan ribuan masyarakat. (*/red)

Milad ke-8, SPPB dapat Apresiasi dari Ketua Pendekar Banten

Senin, Juni 10, 2024

SERANG, KepoinAja79.Com – Ketua Persatuan Pendekar Persilatan dan Seni Budaya Banten Indonesia (PPPSBBI), Andika Hazrumy menghadiri milad ke-8 Perguruan Pencak Silat Sinar Pusaka Putra Banten (SPPB) di Peguron mereka di Anyer, Kabupaten Serang, Minggu, 09 Juni 2024.

Selaku Ketua Organisasi yang biasa disebut Pendekar Banten, Andika memberikan apresiasi kepada SPPB yang sudah melestarikan seni bela diri Pencak Silat di Provinsi Banten.

“Apresiasi setinggi-tingginya kepada Sinar Pusaka Putra Banten yang sudah sejauh ini turut serta bersama peguron lainnya di Kabupaten Serang dan di Banten umumnya melestarikan seni bela diri pencak silat,” kata Andika dalam sambutannya.

Menurut Andika, zaman sekarang ini tidak mudah melakukan usaha pelestarian seni tradisi di tengah gempuran budaya modern. Generasi remaja penerus saat ini dipastikan lebih tertarik dengan budaya-budaya modern ketimbang dengan budaya lokal.

“Tapi Sinar Pusaka Putra Banten telah terbukti berhasil dengan mampu terus eksis hingga usia hampir satu dekade ini,” kata Andika.

Lebih dari itu, kata Andika, Sinar Pusaka Putra Banten bahkan berhasil mengharumkan nama daerah Banten dan bangsa Indonesia dengan telah mampu mengirimkan perwakilan ke sejumlah event bela diri di level Nasional bahkan Internasional.

“Tadi saya dengar peguron kita ini sudah pernah kirim pendekar-pendekarnya sampai ke Jepang, Belanda, Prancis hingga ke Kanada,” kata Bakal Calon Bupati Serang dari Partai Golkar ini.

Namun begitu, kata mantan Wakil Gubernur Banten ini, diperlukan upaya bersama untuk dapat terus melestarikan seni tradisi, atau bahkan untuk dapat menjadikannya sebagai sebuah kebanggaan seperti yang sudah dilakukan Sinar Pusaka Putra Banten dengan mengirim para pendekarnya ke event Nasional hingga International tersebut.

Untuk itu, Andika mengaku bertekad akan terus mendorong pelestarian dan pencetakan prestasi dari seni tradisi di Kabupaten Serang khususnya jika kelak ia memimpin Kabupaten Serang.

“Namun yang sudah jelas terpilih saja ini para anggota legislatif yang terpilih duduk di DPRD Kabupaten Serang dipastikan akan mendapat penugasan dari partai untuk mengawal pelestarian seni tradisi ini,” paparnya.

Sebelumnya, Ketua Sinar Pusaka Putra Banten yang biasa disapa Abah Jami dalam sambutannya mengakui jika menarik generasi remaja sebagai penerus pelaku seni tradisi seperti pencak silat zaman sekarang ini tidak lah mudah.

Dia mengaku sejak 2008 mengajarkan pencak silat di wilayah Anyer, hingga 2016 atau delapan tahun kemudian di mana kemudian perguruan itu dikukuhkan hanya mampu menjaring lima murid.

“Tapi seiring prestasi yang kita peroleh diawali di level Kabupaten Serang, Provinsi Banten, hingga Nasional dan Internasional baru lah kita bisa berkibar,” ujarnya.

Dengan begitu, kata dia, dalam upaya pelestarian seni tradisi seperti pencak silat saat ini faktor prestasi sangat mendukung.

“Untuk itu, saya kira butuh semua pihak, khususnya pemerintah yang memiliki otoritas untuk urun rembuk melestarikan seni tradisi ini,” katanya. (*/red)

Pawai yang Penuh Warna Rayakan Kemajemukan Etnis

Jumat, Mei 31, 2024

Ajang di Guizhou memperlihatkan kebudayaan etnis dan daya tarik provinsi ini.

GUIYANG, KepoinAja79.Com – Dengan irama lagu yang riang, serta mengenakan busana tradisional, Chen Chuanqian, dan berbagai peserta kegiatan lain dari kelompok etnis yang berbeda-beda, menyanyi dan menari di Guiyang, Pusat Pemerintahan Provinsi Guizhou, Tiongkok Barat Daya.

Pada 18 Mei pukul 9:30 pagi, ribuan orang dari beragam kelompok etnis di seluruh Guizhou berkumpul dan berpawai di Guiyang. Mengenakan busana yang beraneka ragam, mereka berkumpul di sebuah lapangan, memainkan alat musik tradisional yang disebut lusheng (sejenis seruling dari bahan pelepah), serta memukul gong dan gendang sekaligus menyanyi dan menari.

Jalur pawai terbentang lebih dari dua kilometer di pusat kota, serta menjadi "panggung besar yang bergerak" untuk memamerkan kemajemukan etnis.

Hu Xiaohua (56), warga yang berada di depan kerumunan penonton, menikmati pertunjukan tersebut, dan berkata, "Saya sangat terkesan dengan acara akbar yang berlangsung di pusat kota ini."

Menurut pihak pengarah acara, Tang Huang, mengangkat tema seputar persatuan etnis dan perayaan kolektif, pawai ini tidak hanya memperlihatkan kemajemukan etnis di Guizhou, namun juga memfasilitasi berbagai orang yang ingin menyaksikan sisi lain Guizhou yang terbuka, percaya diri, dan menarik.

Selain pawai, Guiyang menarik minat wisatawan muda dengan menggelar sejumlah aktivitas lain, seperti tur kota, sebuah cara unik untuk mengeksplorasi budaya dan gaya hidup perkotaan, pasar-pasar kuno, dan pameran trendi.

Dengan sumber daya pariwisata yang berlimpah, Guizhou menawarkan pemandangan alam dan kekayaan etnis. Provinsi ini memiliki lokasi-lokasi ternama di dunia, seperti Air Terjun Huangguoshu di Anshun dan Xiaoqikong (tujuh gapura kecil) di Libo, serta berbagai bentuk aset budaya tak benda milik kelompok-kelompok etnis.

Didukung ketinggian 1.100 meter di atas permukaan laut, Guizhou memiliki suhu yang nyaman pada musim panas, rata-rata 22,3C. Lebih dari 55 persen luas lahan provinsi ini juga diliputi hutan sehingga Guizhou menjadi salah satu destinasi musim panas terbaik di Tiongkok.

Pawai akbar yang berlangsung di Guiyang merupakan rangkaian perayaan Hari Pariwisata Tiongkok yang jatuh pada hari Minggu, serta digelar oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Tiongkok.

Perayaan tersebut berlangsung di enam kota— Guiyang, Chaozhou, Provinsi Guangdong; Shenyang, Provinsi Liaoning; Shijiazhuang, provinsi Hebei; Ningbo, provinsi Zhejiang; serta Ordos di Wilayah Otonom Inner Mongolia.


Sumber: PRNewswire

Baise, Guangxi, Tiongkok Selatan Rayakan Festival Tradisional "Sanyuesan" Melalui Berbagai Kegiatan Meriah

Kamis, Mei 02, 2024
People perform bamboo pole dance in a celebration of Sanyuesan Festival in Baise City, south China's Guangxi Zhuang Autonomous Region. 

BEIJING, KepoinAja79.Com – Sejumlah kelompok etnis di Wilayah Otonom Guangxi Zhuang, Tiongkok Selatan, termasuk kelompok etnis di Distrik  Youjiang, Kota Baise, merayakan Festival Sanyuesan dengan menyanyikan lagu-lagu rakyat yang ceria, tari tongkat bambu yang atraktif, serta kuliner tradisional yang penuh dengan warna.

Sebagai festival tradisional bagi kelompok etnis Zhuang, Festival Sanyuesan memiliki makna hari ketiga dari bulan ketiga pada penanggalan lunar, dan tahun ini jatuh pada 11 April.

Berbagai kegiatan digelar untuk merayakan festival tersebut. Sebuah kompetisi menyanyikan lagu-lagu pegunungan, misalnya, berlangsung di taman Bandao, Kota Baise, Distrik Youjiang. Di acara ini, berbagai warga lokal mengenakan busana tradisional dan menikmati hiburan bernuansa tradisional.

Distrik Youjiang juga mengadakan pameran kuliner dengan "meja panjang untuk ribuan orang" menyajikan sajian yang menjadi warisan budaya tak benda, seperti nasi ketan lima warna dan Jiaoye Ci (kue ketan yang dibungkus daun pisang).

Pameran produk kebudayaan dan kreatif, serta busana etnis juga digelar di Youjiang, sedangkan acara pernikahan etnis Baise turut ditampilkan. Di sisi lain, produk-produk khas lokal ikut dipamerkan.

Bagi penggemar kuliner, pasar malam di sentra kuliner Wanjingcheng di Youjiang menjadi tempat ideal.

Warung jajanan telah dirancang dan didekorasi secara cermat, menjual nasi ketan lima warna dan sajian khas lain, seperti panggangan, makanan pencuci mulut lokal, dan acara.

Tari-tarian dan pertunjukan lagu, dipadukan dengan busana etnis, mudah ditemui di lokasi tersebut, serta menjadi pengalaman berkesan yang menampilkan adat istiadat dan kebudayaan lokal yang unik.

Lebih lagi, kompetisi lagu orisinal, tarian jalanan, olahraga etnis, pameran kebudayaan tradisional, serta aktivitas interaktif dan ajang promosi pariwisata kebudayaan, promosi produk dan merek pertanian dan kehutanan Baise juga digelar di taman pantai di Youjiang dalam rangka perayaan festival tersebut.


Sumber: PRNewswire